Langsung ke konten utama

ILMU HADITS

Pengertian Ilmu Hadits




ILMU HADITS

A.Pengertian Ilmu Hadits

Ulumul Hadits terdiri dari dua kata yaitu ulum dan hadits. Kata ulum dalam bahasa arab adalah bentuk jamak dari ilm. Jadi artinya “ilmu”, sedangkan Al-Hadits menurut kalangan para ulama adalah “segala sesuatu yang disadarkan kepada Nabi SAW dari perkataan, perbuatan, taqrir atau sifat”.Jadi apabila di gabung kata ulum Al-Hadits dapat diartikan sebagai ilmu-ilmu yang mempelajari atau membahas yang berkaitan dengan Hadits Nabi SAW.
Sedangkan menurut As-Suyuthi beliau mengemukakan pendapatnya tentang ilmu Hadits yaitu ilmu pengetahuan yang membicarakan cara-cara persambungan Hadits sampai kepada Rasul SAW, dari segi hal ikhwan para pera
wnya yang menyangkut ke dhabitan dan keadilannya dan bersambung dan terputusnya sanad dan sebagainya.
Penulisan ilmu-ilmu Hadits secara parsial dilakukan oleh para ulama pada abad ke-3 H. Jadi secara garis besar para ulama Hadits mengelompokkan ilmu Hadits ini menjadi dua bagian yaitu : Ilmu Hadits Riwayah dan Ilmu Hadits Dirayah.

1.Ilmu Hadits Riwayah

Kata riwayah artinya periwayatan atau, jadi secara bahasa Hadits Riwayah adalah ilmu Hadits yang berupa periwayatan, sedangkan para ulama berbeda pendapat mendefenisikan tentang ilmu Hadits Riwayah, namun yang paling terkenal di antara para ulama yaitu defenisi ibnu Al-Akhfani beliau berpoendapatan bahwa ilmu Hadits riwayah adalah ilmu yang membahas ucapan-ucapan danperbuatan-perbuatan Nabi SAW, periwayatannya, pencatatannya dan penelitian lafadz-lafadznya.
Sedangkan menurut istilah Hadits Riwayah adalah ilmu yang menukukan segala yang disadarkan kepada Nabi SAW, baik berupa perkataan, perbuatan, taarir maupun sifatnya begitu juga yang menukukan segala yang disandarkan kepada sahabat dan tabi’in.
Sedangkan menurut Muhammad ‘Ajjaj Al-Khathib menjelaskan ilmu Hadits adlaah ilmu yang membahas tentang pemindahan (periwayatan) segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW, berupa perkataan, perbuatan, taqrir (pengakuan) sifat jasmaniah atau tingkah laku (akhlak) dengan cara yang teliti dan terperinci.
Objek kejadian ilmu Hadits riwayah adalah segala sesuatu yang dinisbatkan kepada Nabi SAW, sahabat dan tabiin yang meliputi :

A .Cara periwayatannya yakni cara penerimaan dan penyampaian Hadits dari sesorang periwayat (rawi) kepada periwayat lain.

B .Cara pemeliharaan yakni penghapalan, penulisan dan pembukuan Hadits.
Sedangkan tujuan atau urgensi ilmu Hadits Riwayah ini adalah pemeliharaan terhadappp Hadits Nabi SAW agar tidak lenyap dan sia-sia, serta terhindar dari kekeliruan dan kesalahan dalam proses periwayatannya atau dalam penulisan maupun pembukuannya.
Ulama yang terkenal dan yang terpandang sebagai pelapor ilmu Hadits Riwayah ini adalah abu bakar Muhammad bin Syihab Az-Zuhri (51-124 H). Jadi apabila kita lihat perkembangan sejarah Hadits, Az-Zuhri ini sebagai ulama pertama yang dapat menghimpun Hadits Nabi SAW atas perintah khalifah Umar bin Abdul Azis atau Khalifah Umar II.

2.Ilmu Hadits Dirayah
Menurut As-Suyuti ilmu Hadits Riwayah inimuncul setelah masa Al-Khatib Al-Baghdadi yaitu pada masa Al-Akfani, ilmu Hadits Dirayah ini banyak juga nama sebutannya antara lain ilmu ushul Al-Hadits, Ulum Al-Hadits, Musthalah Al-Hadits dan Qawaid Al-Hadits.
Secara istilah yang dimaksud dengan ilmu Hadits Dirayah adalah undang-undang atau kaidah-kaidah untuk mengetahui keadaan sanad dan matan. Sedangkan para ulamapun memberikan defenisi yang bervariasi tentang pengertian ilmu Hadits Dirayah diantaranya adalah ibn Al-Akfani memberikan defenisi ilmu Hadits Dirayah adalah ilmu yang bertujuan untuk mengetahui hakikat riwayat, syarat-syarat,macam-macam dan hukum-hukumnya keadaan para perawi, syarat-syarat mereka jenis yang diriwayatkan dan segala sesuatu yang berhubungan dengannya.
Sedangkan menurut M. Ajjaj Al-Kitab beliau mengatakan bahwa hadits Dirayah adalah kumpulan kaidah-kaidah dan masalah-masalah untuk mengetahui keadaan rawi dan marwi dari segi diterima atau ditolaknya.
Menurut At-Turmuzi mendefenisikan ilmu itu adalah kaidah-kaidah untuk mengetahui keadaan sanad dan matan, cara menerima dan meriwayatkan, sifat-sifat perawi dan lain-lain. Sedangkan yang terakhir mendefenisikan ilmu Hadits Dirayah yaitu para ulama Hadits, beliau mengatakan bahwa Hadits Dirayah adalah ilmu pengetahuan yang membahas tentang kaidah-kaidah, dasar-dasar, peraturan-peraturan yang membantu untuk membedakan antara Hadits yang shahih yang didasarkan kepada Rasulullah SAW dan Hadits yang diragukan penyampaiannya kepada beliau.
Sasaran kajian ilmu Hadits Dirayah adalah sanad dan matan dengan segala persoalan yang terkandung di dalamnya yang turut mempengaruhi kualitas Hadits pokok pembahasan tentang sanad adalah :

A. Persambungan sanad

B. Keterpercayaan sanad

C.  Kejanggalan yang terdapat atau sumber dari sanad

D  .Keselamatan dari cacat

E. Tinggi rendahnya suatu martabat seorang sanad.
Sedangkan sasaran kajian terhadap masalah yang menyangkut matan ada tiga yaitu :

A .Kejanggalan-kejanggalan dari redaksi.

B .Terdapat catat pada makna Hadits.

C .Dari kata-kata asing.

Sedangkan tujuan atau faedah ilmu Hadits Dirayah ini ada empat antara lain :
1.Mengetahui pertumbuhan danperkembangan ilmu Hadits.

2.Mengetahui tokoh-tokoh dan usaha yang dilakukan dalam mengumpulkan, memelihara, periwayatan Hadits.

3.Mengetahui kaidah-kaidah yang digunakan oleh para ulama.

4.Mengetahui istilah-istilah dan kriteria-kriteria Hadits sebagai pedoman untuk menetapkan hukum syara.

Jika kita lihat dalam sejarahnya ulama yang pertama kali berhasil menyusun ilmu Hadits Dirayah secara lengkap adalah Al-Qadi Abu Muhammad Ar-Ramahurmuzi.


B.Cabang-Cabang Ilmu Hadits

Dari ilmu Hadits Riwayah dan Dirayah ini, muncul juga cabang-cabang ilmu Hadits lainnya seperti ilmu Rijal AL-Hadits, ilmu Al-Jarh wa At-Ta’dil, ilmu Fannil Mubhamat, ilmu ‘Ilali Al-Hadits ilmu Gharib Al-Hadits, ilmu Nasikh wa Al-mAnsukh, ilmu Taqfiq al-Hadits, ilmu Tashif wa at-Tahrif, ilmu Asbab al-Wurud al-Hadits dan ilmu Musthalah ahli Hadits.
Secara singkat kami akan menjelaskan cabang-cabang ilmu Hadits sebagai berikut :

1.Ilmu Rijal Al-Hadits

Secara bahasa kata Rijal Al-Hadits artinya orang-orang di sekitar Hadits, sedangkan secara istilah kata ilmu Rijal al-Hadits adalah ilmu untuk mengetahui para Perawi Hadits dalam kapasitas mereka sebagai Perawi Hadits. Sedangkan para ulama Hadits menerangkan ilmu Rijal Al-Hadits ini adalah ilmu yang membahas para Rawi Hadits, baik dari kalangan sahabat, tabiin maupun dari generasi-generasi sesudahnya.

2.Ilmu Al-Jarh wa At-Ta’dul

Secara etimologi kata Al-Jarh dapat diartikan sebagai cacat atau luka dan kata Al-Ta’dil artinya menyamakan, sedangkan secara terminologi ilmu Al-Jarh wa At-Ta’dil adalah kecacatan pada perawi Hadits disebabkan oleh sesuatu yang dapat merusak keadilan perawi. Sedangkan para ulama Hadits mendefenisikan ilmu ini adalah menyifatkan perawi dengan sifatsifat yang membersihkannya, maka nampak keadilannya dan riwayatnya di terima.

3.Ilmu Fannil Mubhamat

Yang dimaksud dengan ilmu ini adalah ilmu untuk mengetahui nama orang-orang yang tidak disebutkan dalam Matan atau dalam Sanad.

4.Ilmu Ilal Al-Hadits

Secara bahasa kata ilal dapat diartikan penyakit atau sakit, namun secara istilah ilmu ‘ilal al-hadits adalah sebab yang tersembunyi atau samar-samar yang terakibat tercatatnya hadits, namun dari sudut zhahirnya nampak selamat dari sebab itu. Sedangkan menurut ulama ahli hadits mendefenisikan ilmu ini adalah ilmu yang membahas sebab-sebab tersembunyi yang dapat mencatatkan kesahihan hadits, seperti mengatakan bersambung terhadap hadits yang menqati, memasukkan hadits ke dalam hadits lam dan lam-lam.

5.Ilmu Gharib al- Hadits

Menurut Ibnu shalah, beliau menjelaskan tentang ilmu Gharib al –Hadis yaitu ilmu yang digunakan untuk mengetahui dan menerangkan makna yang terdapat paa lafal-lafal hadis yang jauh dan sulit dipahami karena jarang digunakan orang umum.

6.Ilmu Nasikh wa Al-Mansuk

Secara etimologi kata nasakh mempunyai dua pengertian yaitu menghilangkan dan menyalin. Sedangkan secara terminologi kata nasakh dapat diartikan sebagai syari’ mengangkat [membatalkan] suatu hukum syar’i yang datang kemudian. Adapun yang dimaksud dengan ilmu Nasikh wa Al- mansunkh menurut para pakar ahli hadis adalah ilmu yang membahas tentang hadis – hadis yang berlawanan yang tidak dapat dipertemukan dengan ketetapan bahwa yang datang terdahulu disebut Mansukh dan yang datang kemudian dinamakan Nasikh.

7.Ilmu Talfiq al-Hadits

Menurut ahli hadis ilmu talfiq dapat didepenisikan adalah ilmu yang membahas cara mengempulkan hadis- hadis yang berlawanan.

8.Ilmu Tashif wa Al-Tahrif

Ilmu Tashif wa al- tahrif dapat didepenisikan sebagai berikut ilmu yang berusaha menerangkan dan menjelaskan hadis-hadis yang sudah diubah titik atau sakal nya dan bentuknya.

9.Ilmu Asbab al-wurud al-Hadits

Secara bahasa ilmu ini dapat di artikan sebagai sebab-sebab adanya hadis, sedangkan secara istilah dapat diartikan yaitu ilmu pengetahuan yang menjelaskan sebab-sebab atau latar belakang di wurutkannya hadis, dan hal-hal yang berkaitan dengannya. Sedangkan menurut As-suyuti pengertian ilmu ini adalah sesuatu yang membatasi arti suatu hadis, baik berkaitan dengan arti umum dan khusus, mutlak atau muqqaiyad,dinasakhkan, dan seterusnya atau suatu arti yang dimaksud oleh sebuah hadis saat kemunculannya.

10.Ilmu Musththalah Ahli Hadits

Menurut ulama ahli hadis mendefenisikan ilmu ini sebagai ilmu ini sebagai ilmu yang menerangkan atau menjelaskan pengertian-pengertian atau istilah-istilah yang dipakai oleh ahli-ahli Hadits.

C. SEJARAH PERKEMBANGAN ILMU HADITS.

Apabila kita lihat dari praktinya, ilmu Hadits ini sudah ada sejak periode awal Islam dengan periode Rasulullah.Ilmu ini mulai muncul bersamaan dengan mulainya periwayatan Hadits yang disertai dengan tingginya perhatian para sahabat dalam menerima riwayat yang disampaikan Nabi kepada mereka.
Pada periode Rasulullah, penelitian terhadap suatu Hadits menjadi cikal bakal ilmu Hadits. Apabila seorang sahabat ragu menerima suatu riwayat dari sahabat lain, maka ia segera menemu Rasulullah atau sahabat lain yang dapat dipercaya untuk dikompirmasikannya setelah itu barulah ia menerima dan mengamalkan Hadits itu.
Sedangkan pada masa periode sahabat, penelitian Hadits ini menyangkut sanad dan matan, misalnya khalifah Abu Bakar Ash-Siddiq beliau tidak mau menerima suatu Hadits yang disampaikan oleh seseorang, kecuali dia mampu mendatangkan saksi untuk memastikan kebenaran riwayat yang disampaikannya.
Demikian pula pada masa Umar bin Al-Khattab, beliau mengamcam akan memberikan saksi terhadap siapa yang meriwayatkan hadits jika tidak mendatangkan saksi. Maka para sahabat dapat menyimpulkan ada beberapa ketentuan yang harus dipenuhi oleh sahabat dalam menyusun suatu hadits yaitu :

1.Penyelidikan periwayatan hadits dan pembatasannya untuk hal-hal yang diperlukan saja.

2.Ketelitian dalamp eriwayatan, baik ketika menerima dan menyampaikannya.

3.Kritik terhadap matan hadits.

Ulama yang pertama kali menetapkan dasar-dasar ilmu hadits pada masa tabiin yaitu Ibn Syihab Az-Zuhri atas perintah resmi dari khalifah bin Abd. Azis.Akhirnya kaidah-kaidah itu semakin dikembangkan oleh para ulama yang muncul pada abad kedua dan ketiga Hijriyah.


KESIMPULAN



A.Pengertian Ilmu Hadits

Ulumul Hadits terdiri dari dua kata yaitu ulum dan hadits. Kata ulum dalam bahasa arab adalah bentuk jamak dari ilm. Jadi artinya “ilmu”, sedangkan Al-Hadits menurut kalangan para ulama adalah “segala sesuatu yang disadarkan kepada Nabi SAW dari perkataan, perbuatan, taqrir atau sifat”.

1.Ilmu Hadits Riwayah
Ibnu Al-Akhfani beliau berpoendapatan bahwa ilmu Hadits riwayah adalah ilmu yang membahas ucapan-ucapan dan perbuatan-perbuatan Nabi SAW, periwayatannya, pencatatannya dan penelitian lafadz-lafadznya.

2.Ilmu Hadits Dirayah
Ibnu Al-Akfani memberikan defenisi ilmu Hadits Dirayah adalah ilmu yang bertujuan untuk mengetahui hakikat riwayat, syarat-syarat, macam-macam dan hukum-hukumnya keadaan para perawi, syarat-syarat mereka jenis yang diriwayatkan dan segala sesuatu yang berhubungan dengannya.


B.Cabang-Cabang Ilmu Hadits

Secara singkat kami akan menjelaskan cabang-cabang ilmu Hadits sebagai berikut :

1.Ilmu Rijal Al-Hadits

2.Ilmu Al-Jarh wa At-Ta’dul

3.Ilmu Fannil Mubhamat

4.Ilmu Ilal Al-Hadits

5.Ilmu Gharib al- Hadits

6.Ilmu Nasikh wa Al-Mansuk

7.Ilmu Talfiq al-Hadits

8.Ilmu Tashif wa Al-Tahrif

9.Ilmu Asbab al-wurud al-Hadits

10.Ilmu Musththalah Ahli Hadits

C. SEJARAH PPERKEMBANGAN ILMU HADITS.

Apabila kita lihat dari praktinya, ilmu Hadits ini sudah ada sejak periode awal Islam dengan periode Rasulullah. Ilmu ini mulai muncul bersamaan dengan mulainya periwayatan Hadits yang disertai dengan tingginya perhatian para sahabat dalam menerima riwayat yang disampaikan Nabi kepada mereka.

PENUTUP

Demikianlah makalah yang penulis buat, makalah ini hanya sedikit gambaran tentang Ilmu Hadits dari hasil pemahaman yang sederhana penulis semoga makalah ini dapat menambah wawasan dan ilmu pengetahuan bagi pembaca pada umumnya dan khususnya bagi penulis, Amin.

DAFTAR PUSTAKA

Agus Suyadi, Ulumul Hadits, Pustaka Setia, Bandung, 2008
H. Mudasir, Ilmu Hadits, Pustaka Setia, Bandung, 2005
M. Agus Salahuddin, Ulumul Hadits, Pustaka Setia, Bandung, 2008
Nawir Yuslem, Ulumul Hadits, Mutiara sumber Widya, Jakarta, 2001
Utang Ranuwijaya, Ilmu Hadits, Gaya Media Pratama, Jakarta, 1996
www.google.com, Cabang-Cabang ilmu Hadits,google search


Penjelasan Pengertian Ilmu Hadis-lmu hadist adalah ilmu yang membahas kaidah-kaidah untuk mengetahui kedudukan sanad dan matan hadits, apakah diterima atau di tolak.

Hadis menurut bahasa berarti:الجديد Al jadid yaitu sesuatu yang baru. 
الخبرAl khabar yaitu berita maksusnya sesuatu yang diberitakan,diperbincangkan dan dipindahkan dari seseorang kepada orang lain القريبAlqarib dekat, tiadak lama lagi terjadi 

Hadis menurut istilah : Hadis adalah segala sesuatu yang bersumber dari Nabi Muhammad SAW yang berupa ucapan, perbuatan, penetapan dan sifat beliau setelah diangkat menjadi rasul.

Sunah menurut bahasa artinya kebiasaan dan jalan (cara) yang baik dan yang jelek.

Sunah menurut istilah terbagi 3 bagian :

1.        Menurut ahli hadis adalah sunah adalah segala sesuatu yang bersumber dari Nabi SAW baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir, budi pekerti baik sebelum manjadi rasul maupun sesudahnya.
2.       Menurut ahli ushul sunnah adalah segala sesuatu yang disandarkan pada Nabi SAW yang berhubungan dengan hukum syara’ ,baik berupa perkataan,perbuatan maupun taqrir beliau. 
3.      Menurut ahli figh sunnah adalah segala ketetapan yang berasal dari Nabi SAW selain yang di fardukan dan diwajibkan. Sesuatu yang apabila dikerjakan lebih baik dari pada ditinggalkan, kelebihan ini berarti larangan ( ancaman) karena meninggalkannya, seperti sunat-sunat dalam shalat dan wudhuk. 

Secara umum sunnah di bagi atas 4 macam : 
1.                   Sunnah Qauliyah yaitu Sunnah Nabi yang berupa perkataan beliau dalam berbagai keadaan. 

2.                  Sunnah fi’liyah yaitu sunnah Nabi yang berupa perbuatan atau perilaku beliau, seperti cara beliau melakukan salat, puasa, haji dan lain-lain. 

3.                  Sunnah Taqririyah yaitu: Sunnah Nabi yang berupa penetapan atau penilaian beliau terhadap apa yang diucapkan atau yang dilakaukan oleh para sahabat beliau, dalam arti perbuatan atau perbuatan
4.                  Sunnah Hammiyah yaitu sunnah berupa cita-cita atau keinginan Nabi semasa hidupnya untuk melakukan sesuatu tetapi beliau tidak sempat melaksanakannya karena beliau terlebih dahulu meninggal dunia seperti keinginan beliau untuk melaksanakan puasa sepuluh muharram.
Khabar menururt bahasa adalah segala berita yang disampaikan oleh seorang yang disampaikan kepada orang lain.
Menurut ahli hadis khabar sama artinya dengan hadis. Keduanya dapat dipakai untuk sesuatu yang marfu’,mauquf, maqtu’ dan mencakup segala sesuatu yang datang dari Nabi muhammad, sahabat dan tabi’in.
Pendapat lain mengatakan khabar sesuatu yang datang selain dari Nabi Muhammad SAW, karena yang datang dari Nabi disebut hadis. 
Pendapat lain mengatakan bahwa hadis lebih umum dari khabar, sehingga tiap hadis tidak dapat dikatan khabar, sehingga tiap hadis tidak dapat dikatakan khabar, tepai setiap khabar dapat dikatakan hadis. 

Menurut bahasa Atsar sama dengan hadis, sunnah, dan khabar. Sedangkan menurut istilah atsar adalah:
ماجاءعنغيرالنبيصلياللهعليهوسلممنالصحابةأوالتابعيناومنفوقهم 
Sesuatu yang datang dari selain Nabi saw dan dari pada Sahabat, Tabi’in dan atau orang yang setelahnya”.

Jumhur ulama mengatakan atsar sama dengan khabar yaitu sesuatu yang didasarkan kepada Nabi, sahabat dan tabi’in.

Menurut ulama khurasan : Atsar ditujukan untuk mauquf, sedangkan khabar ditujukan untuk yang marfu’.

MATAN ,SANAD, RAWI dan RIJAL HADITS

A. Matan

Menurut bahasa matan مارتفعوصلبمنالارض tanah yang tinggi dan keras.Matan menurut istilah ialah redaksi dari hadits. Dari contoh sebelumnya maka matan hadits bersangkutan ialah:
"Tidak sempurna iman seseorang di antara kalian sehingga ia cinta untuk saudaranya apa yang ia cinta untuk dirinya sendiri"
Terkait dengan matan atau redaksi, maka yang perlu dicermati dalam mamahami hadist ialah:
Ujung sanad sebagai sumber redaksi, apakah berujung pada Nabi Muhammad atau bukan, 
Matan hadist itu sendiri dalam hubungannya dengan hadist lain yang lebih kuat sanadnya (apakah ada yang melemahkan atau menguatkan) dan selanjutnya dengan ayat dalam Al Quran (apakah ada yang bertolak belakang). 

B. Sanad

Sanad menurut bahasa: Almu’tamad artinya yang menjadi sandaran.
Sanad menurut istilah ialah rantai penutur/perawi (periwayat) hadits.Sanad terdiri atas seluruh penutur mulai dari orang yang mencatat hadits tersebut dalam bukunya (kitab hadits) hingga mencapai Rasulullah.Sanad, memberikan gambaran keaslian suatu riwayat. Jika diambil dari contoh sebelumnya maka sanad hadits bersangkutan adalah Al-Bukhari > Musaddad > Yahya > Syu’bah > Qatadah > Anas > Nabi Muhammad SAW
Sebuah hadits dapat memiliki beberapa sanad dengan jumlah penutur/perawi bervariasi dalam lapisan sanadnya, lapisan dalam sanad disebut dengan thaqabah. Signifikansi jumlah sanad dan penutur dalam tiap thaqabah sanad akan menentukan derajat hadits tersebut, hal ini dijelaskan lebih jauh pada klasifikasi hadits.
Jadi yang perlu dicermati dalam memahami Al Hadits terkait dengan sanadnya ialah :
·                     Keutuhan sanadnya 
·                     Jumlahnya 
·                     Perawi akhirnya 
Sebenarnya, penggunaan sanad sudah dikenal sejak sebelum datangnya Islam.Hal ini diterapkan di dalam mengutip berbagai buku dan ilmu pengetahuan lainnya.Akan tetapi mayoritas penerapan sanad digunakan dalam mengutip hadits-hadits nabawi.

C. RAWI.

1. Pengertian Rawi

Orang yang meriwayatkan disebut rawi. Riwayat menurut bahasa adalah: memindahkan dan menampilakn berita dari seseorang kepada orang lain.
Rawi pertama adalah sahabat Nabi dan rawi terakhir adalah orang yang membukukannya seperti Imam Bukhari (perawi akhir bagi kita)
2. Syarat-syarat rawi

Perawi harus orang yang adil artinya muslim, balihg, berakal, tidak pernah melakukan dosa besar dan jarang melakukan dosa kecil. 
Perawi harus orang yang dhabit. 

Ilmu hadist adalah ilmu yang membahas kaidah-kaidah untuk mengetahui kedudukan sanad dan matan hadits, apakah diterima atau di tolak. Ternyata terdapat term yang beragam untuk hadits, selain hadist dikenal istilah sunnah, khabar dan atsar. Akan tetapi satu sisi terdapat persamaan dan perbedaan antara term tersebut.
Sebuah hadis mengandung unsur sanad, matan dan rawi, ketiga unsur tersebut sangat menetukan nilai dari suatu hadis.Oleh karena itu ketiga unsur tersebut diatas harus dikaji secara mendalam.

Makalah Ulumul Hadits (Pengertian, Sejarah Perkembangan dan Cabang-cabangnya)


MATA KULIAH ULUMUL HADITS

BAB I
PENDAHULUAN

1.1.       Latar Belakang Masalah
Pada masa permulaan Islam, umat Islam belum mengenal adanya ulumul hadits atau ilmu hadits.Hal ini mungkin dikarenakan fokus perhatian umat Islam pada waktu itu masih terpecah antar dakwah, jihad dan pendalaman Al-Qur’an, sehingga perhatian terhadap hadits walaupun sudah cukup intens namun belum segencar pada masa-masa berikutnya.
Sepeninggalnya nabi, terutama setelah bermunculan hadits-hadits palsu barulah perhatian umat Islam terhadap nadist nabi meningkat pesat.Ini ditandai dengan munculnya beberapa ulama yang mulai melakukan penghimpunan hadits serta mulai merintis ilmu-ilmu yang berkaitan dengan hadits.Ilmu ini kemudian terus berkembang dari masa ke masa sampai zaman sekarang.
1.2.       Rumusan Masalah

a.       Apa pengertian Ilmu Hadits?
b.      Bagaimana perkembangan Ilmu Hadits?
c.       Apa saja cabang-cabang Ilmu Hadits?

1.3.       Tujuan Penulian

Ada dua tujuan kami menulis makalah ini, yang pertama yaitu untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Hadits, yang kedua yaitu untuk menambah pengetahuan dan pemahaman kita semua tentang Ilmu Hadits.

BAB II
PEMBAHASAN


2.1.    Pengertian Ulumul Hadits

Ulumul Hadits adalah istilah ilmu hadits di dalam tradisi Ulama Hadits yang bahasa Arabnya yaitu ‘Ulum al-Hadits.‘Ulum al-Hadits ini terdiri atas dua kata, yaitu ‘Ulum dan al-Hadits. Kata ‘Ulum dalam bahasa Arab adalah bentuk jamak dari ‘ilm, jadi berarti “ilmu-ilmu”; sedangkan al-Hadits di kalangan Ulama Hadits berarti “segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW. dari perkataan, perbuatan, taqrir atau sifat. Dengan demikian Ulumul Hadits adalah ilmu-ilmu yang membahas atau berkaitan dengan hadits Nabi SAW.
Sekitar pertengahan abad ke-3 Hijriyah sebagian Muhadditsin mulai merintis ilmu ini dalam garis-garis besarnya saja dan masih berserakan dalam beberapa mushafnya. Diantara mereka adalah Ali bin Almadani (238 H), Imam Al-Bukhari, Imam Muslim, Imam At-Turmudzi dan lain-lain.
Adapun perintis pertama yang menyusun ilmu ini secara fak (spesialis) dalam satu kitab khusus ialah Al-Qandi Abu Muhammad Ar-Ramahurmuzy (360 H) yang diberi nama dengan Al-Muhaddisul Fasil Bainar Wari Was Sami’.Kemudian bangkitlah Al-Hakim Abu Abdilah an-Naisaburi (321-405 H) menyusun kitabnya yang bernama Makrifatu Ulumil Hadits. Usaha beliau ini diikuti oleh Abu Nadim al-Asfahani (336-430 H) yang menyusun kitab kaidah periwayatan hadits yang diberi nama Al-Kifayah dan Al-Jam’u Liadabis Syaikhi Was Sami’ yang berisi tentang tata cara meriwayatkan hadits.

2.2.    Sejarah Perkembangan Ilmu Hadits
a.        Periode Pertama (Zaman Rasul)

Para sahabat bergaul dan berinteraksi langsung dengan Nabi, sehingga setiap permasalahan atau hukum dapat ditanyakan langsung kepada Nabi.Para sahabat lebih fokus dengan menghapal dan mempelajari Al-Qur’an.Rasul pada masa itu secara umum melarang menuliskan hadits karena takut tercampur baur dengan ayat Al-Qur’an karena wahyu sedang / masih diturunkan.
Secara umum sahabat masih banyak yang buta huruf sehingga tidak menuliskan hadits, mereka meriwayatkan hadits mengandalkan hafalan secara lisan. Sebagian kecil sahabat –yang pandai baca tulis- menuliskan hadits seperti: Abdullah Bin Amr Bin Ash yang mempunyai catatan hadits dan dikenal sebagai “Shahifah Ash Shadiqah” juga Jabir Bin Abdullah Al Anshary mempunyai catatan hadits yang dikenal sebagai “Shahifah Jabir”. Pada event tertentu orang Arab badui ingin fatwa Nabi dituliskan, maka Nabi meluluskan permintaannya untuk menuliskan haditsnya.

b.        Periode Kedua (Masa Kulafaur Rasyidin)

Sebagian sahabat tersebar keluar jazirah Arab karena ikut serta dalam jihad penaklukan ke daerah Syam, Iraq, Mesir, Persia.Pada daerah taklukan yang baru masuk Islam, Khalifah Umar menekankan agar mengajarkan Al-Qur’an terlebih dahulu kepada mereka.Khalifah Abu Bakar meminta kesaksian minimal satu orang bila ada yang meriwayatkan hadits kepadanya.Khalifah Ali meminta bersumpah orang yang meriwayatkan hadits. Khalifah Umar melarang sahabat besar keluar dari kota Madinah dan melarang memperbanyak periwayatan hadits. Setelah Khalifah Umar wafat, sahabat besar keluar kota Madinah tersebar kedaerah taklukkan untuk mengajarkan agama.

c.         Periode Ketiga (Masa Sahabat Kecil dan Tabi’in Besar)

Para sahabat besar telah terpencar keluar dari Madinah.Jabir pergi ke Syam menanyakan hadits kepada sahabat Abdullah Bin Unais Al Anshary. Abu Ayyub Al Anshary pergi ke Mesir menemui sahabat Utbah Bin Amir untuk menanyakan hadits. Masa ini sahabat besar tidak lagi membatasi diri dalam periwayatan hadits, yang banyak meriwayatkan hadits antara lain :

1.         Abu Hurairah (5347 hadits)

2.         Abdullah Bin Umar (2360 hadits)

3.         Anas Bin Malik (2236 hadits)

4.         Aisyah, Ummul Mukminin (2210 hadits)

5.         Abdullah Bin Abbas (1660 hadits)

6.         Jabir Bin Abdullah (1540 hadits)

7.         Abu Sa’id Al Kudri (1170 hadits)

8.         Ibnu Mas’ud
9.         Abdullah Bin Amr Bin Ash
Setelah Khalifah Ali terbunuh, muncul sekte Syiah yang mendukung Ali dan keturunannya sementara kelompok jumhur (mayoritas) tetap mengakui pemerintahan Bani Umayah.Sejak saat itu mulai bermunculan hadits palsu yang bertujuan mendukung masing-masing kelompoknya.Kelompok yang terbanyak membuat hadits palsu adalah Syiah Rafidah.

d.        Periode Ke Empat (Masa pembukuan Hadits)

Pada waktu Umar Bin Abdul Aziz (Khalifah ke-8 Bani Umayyah) yang naik tahta pada tahun 99 H berkuasa, beliau dikenal sebagai orang yang adil dan wara’, tergeraklah hatinya untuk membukukan hadits dengan motif :
1.     Beliau khawatir ilmu hadits akan hilang karena belum dibukukan dengan baik.
2.     Kemauan beliau untuk menyaring hadits palsu yang sudah mulai banyak beredar.
3.  Al-Qur’an sudah dibukukan dalam mushaf, sehingga tidak ada lagi kekhawatiran tercampur  dengan hadits bila hadits dibukukan.
4.    Peperangan dalam penaklukan negeri negeri yang belum Islam dan peperangan antar sesama kaum Muslimin banyak terjadi, dikhawatirkan ulama hadits berkurang karena wafat dalam peperangan-peperangan tersebut.Khalifah Umar menginstruksikan kepada Gubernur Madinah Abu Bakar Bin Muhammad Bin ‘Amr Bin Hazm (Ibnu Hazm) untuk mengumpulkan hadits yang ada padanya dan pada tabi’in wanita ‘Amrah Binti ‘Abdur Rahman Bin Sa’ad Bin Zurarah Bin ‘Ades, murid Aisyah-Ummul Mukminin.Berdasarkan instruksi resmi Khalifah itu, Ibnu Hazm minta bantuan dan menginstruksikan kepada Abu Bakar Muhammad Bin Muslim Bin Ubaidillah Bin Syihab az Zuhry (Ibnu Syihab Az Zuhry) seorang ulama besar dan mufti Hijaz dan Syam untuk turut membukukan hadits Rasulullah SAW.Setelah itu penulisan hadits pun marak dan dilakukan oleh banyak ulama abad ke-2 H, yang terkenal diantaranya :

1.     Al-Muwaththa’, karya Imam Malik Bin Anas (95 H – 179 H).

2.     Al Masghazy wal Siyar, hadits sirah nabawiyah karya Muhammad Ibn Ishaq (150 H)

3.     Al Mushannaf, karya Sufyan Ibn ‘Uyainah (198 H)

4.     Al Musnad, karya imam Abu Hanifah (150 H)

5.     Al Musnad, karya imam Syafi’i (204 H)

e.      Periode Kelima (Masa Kodefikasi Hadits)

1.    Periode penyaringan hadits dari fatwa para sahabat (abad ke-III H)
a)    Menyaring hadits nabi dari fatwa-fatwa sahabat Nabi
b)    Masih tercampur baur hadits sahih, dhaif dan maudlu’ (palsu).
c)    Pertengahan abad tiga baru disusun kaidah-kaidah penelitihan kesahihan hadits.
d)  Penyaringan hadits sahih oleh imam ahli hadits Ishaq Bin Rahawaih (guru Imam Bukhari).
e)    Penyempurnaan kodifikasi ilmu hadits dan kaidah-kaidah pen sahihan suatu hadits.

f)   PENYSUNAN KITAB SAHIH BUKHARI

g)        Penyusunan enam kitab induk hadits (kutubus sittah), yaitu kitab-kitab hadits yang diakui oleh jumhur ulama sebagai kitab-kitab hadits yang paling tinggi mutunya, sebagian masih mengandung hadits dhaif tapi ada yang dijelaskan oleh penulisnya dan dhaifnya pun yang tidak keterlaluan dhaifnya, ke enam kuttubus shittah itu adalah :

1)        - Sahih Bukhori.

2)        - Sahih Muslim

3)        - Sunan Abu Dawud

4)        - Sunan An Nasa’i

5)        -  Sunan At-Turmudzy

6)        -  Sunan Ibnu Majah

2.      Periode menghafal dan mengisnadkan hadits (abad ke-IV H)

a)    Para ulama hadits berlomba-lomba menghafalkan hadits yang sudah tersusun pada kitab-kitab hadits.
b)      Para ulama hadits mengadakan penelitian hadits-hadits yang tercantum pada kitab-kitab hadits.
c)        Ulama hadits menyusun kitab-kitab hadits yang bukan termasuk kuttubus shittah.
3.         Periode Klasifikasi dan Sistimasi Susunan Kitab-Kitab Hadits (abad ke-V H s.d 656 H, jatuhnya Baghdad).

a)        Mengklasifikasikan hadits dan menghimpun hadits-hadits yang sejenis.
b)        Menguraikan dengan luas (mensyarah) kitab-kitab hadits.
c)        Memberikan komentar (takhrij) kitab-kitab hadits.
d)        Meringkas (ikhtisar) kitab-kitab hadits.
e)        Menciptakan kamus hadits.
f)         Mengumpulkan (jami’) hadits-hadits bukhori-Muslim
g)        Mengumpulkan hadits targhib dan tarhib.
h)        Menyusun kitab athraf, yaitu kitab yang hanya menyebut sebagian hadits kemudian mengumpulkan seluruh sanadnya, baik sanad kitab maupun sanad dari beberapa kitab.
i)          Menyusun kitab istikhraj, yaitu mengambil sesuatu hadits dari sahih Bukhori Muslim umpamanya, lalu meriwayatkannya dengan sanad sendiri, yang lain dari sanad Bukhari atau Muslim karena tidak memperoleh sanad sendiri.
j)          Menyusun kitab istidrak, yaitu mengumpulkan hadits-hadits yang memiliki syarat-syarat Bukhari dan Muslim atau syarat salah seorangnya yang kebetulan tidak diriwayatkan atau di sahihkan oleh keduanya.

f.         Periode Ke Enam (dari tahun 656 H sampai sekarang)

Mulai dari jatuhnya Baghdad oleh Hulagu Khan dari Mongol tahun 656 H – sekarang ini.
1.         Menertibkan, menyaring dan menyusun kitab kitab takhrij.
2.         Membuat kitab-kitab jami’
3.         Menyusun kitab-kitab athraf
4.         Menyusun kitab-kitab zawaid, yaitu mengumpulkan hadits-hadits yang tidak terdapat dalam kitab-kitab yang sebelumnya kedalam sebuah kitab yang tertentu.

2.3.    Cabang-Cabang Ilmu Hadits

Secara garis besarnya, ilmu hadits terbagi dua, yaitu:

a.        Ilmu Dirayatul Hadits

Menurut sebagian ulama Tahqiq, Ilmu Dirayatul Hadits adalah ilmu yang membahas cara kelakuan persambungan hadits kepada nabi Muhammad SAW dari sikap perawinya, mengenai kekuatan hafalan dan keadilan mereka, dan dari segi keadaan sanad, putus dan bersambungnya, serta yang sepertinya.
Adapun obyek Ilmu Hadits Dirayah ialah meneliti kelakuan para rawi dan keadaan marwinya (sanad dan matannya).Dari aspek sanadnya, diteliti tentang ke'adilan dan kecacatannya, bagaimana mereka menerima dan menyampaikan haditsnya serta sanadnya bersambung atau tidak.Sedang dari aspek matannya diteliti tentang kejanggalan atau tidaknya, sehubungan dengan adanya nash-nash lain yang berkaitan dengannya.

b.        Ilmu Riwayatul Hadits

Ilmu Riwayatul Hadits ialah ilmu yang memuat segala penukilan yang disandarkan kepada Nabi SAW, baik berupa perkataan, perbuatan, kehendak, taqrir ataupun berupa sifatnya.
Adapun yang menjadi obyek Ilmu Hadits Riwayah, ialah membicarakan bagaimana cara menerima, menyampaikan pada orang lain dan memindahkan atau membukukan dalam suatu Kitab Hadits. Dalam menyampaikan dan membukukan Hadits, hanya dinukilkan dan dituliskan apa adanya, baik mengenai matan maupun sanadnya.
Kegunaan mempelajari ilmu ini adalah untuk menghindari adanya kemungkinan yang salah dari sumbernya, yaitu Nabi Muhammad Saw. Sebab berita yang beredar pada umat Islam bisa jadi bukan hadits, melainkan juga ada berita-berita lain yang sumbernya bukan dari Nabi, atau bahkan sumbernya tidak jelas sama sekali.
Dari ilmu Hadits Riwayah dan Dirayah di atas kemudian berkembang pula beberapa cabang ilmu, yakni:

a.        Ilmu Rijalul Hadits

Ialah ilmu yang membahas para perawi hadits, dari sahabat, dari tabi’in, maupun dari angkatan sesudahnya.dengan ilmu ini kita dapat mengetahui, keadaan para perawi yang menerima hadits dari Rasulullah dan keadaan perawi yang menerima hadits dari sahabat dan seterusnya.
Dalam ilmu ini diterangkan tarikh ringkas dari riwayat hidup para perawi, madzhab yang dipegangi oleh para perawi dan keadaan-keadaan para perawi itu saat menerima hadits.

b.        Ilmu Jarhi wat Ta’dil

Ilmu yang menerangkan tentang hal cacat-cacat yang dihadapkan kepada para perawi dan tentang penta’dilannya (memandang adil para perawi) dengan memakai kata-kata yang khusus dan tentang martabat kata-kata itu. Ilmu Jarhi wat Ta’dil dibutuhkan oleh para ulama hadits karena dengan ilmu ini akan dapat dipisahkan, mana informasi yang benar yang datang dari Nabi dan mana yang bukan.

c.         Ilmu Fannil Mubhammat

Ilmu fannil Mubhamat adalah ilmu untuk mengetahui nama orang-orang yang tidak disebut dalam matan, atau di dalam sanad.
Di antara yang menyusun kitab ini, Al-Khatib Al Baghdady. Kitab Al Khatib itu diringkas dan dibersihkan oleh An-Nawawy dalam kitab Al-Isyarat Ila Bayani Asmail Mubhamat.

d.        Ilmu ‘Ilalil Hadits

Adalah ilmu yang menerangkan sebab-sebab yang tersembunyi, tidak nyata, yang dapat merusakkan hadits. Yakni: menyambung yang munqathi’, merafa’kan yang mauquf,memasukkan suatu hadits ke dalam hadits yang lain dan yang serupa itu. Semuanya ini, bila diketahui dapat merusakkan hadits.

e.         Ilmu Ghoribil Hadits

Yang dimaksudkan dalam ilmu hadits ini adalah bertujuan menjelaskan suatu hadits yang dalam matannya terdapat lafadz yang pelik, dan yang susah dipahami karena jarang dipakai, sehingga ilmu ini akan membantu dalam memahami hadits tersebut.

f.         Ilmu Nasikh wal Mansukh

Adalah ilmu yang menerangkan hadits-hadits yang sudah dimansukhkan dan menasikhkannya.
Apabila didapati sesuatu hadits yang maqbul tak ada perlawanan, dinamailah hadits tersebutmuhkam.Dan jika dilawan oleh hadits yang sederajat, tapi mungkin dikumpulkan dengan tidak sukar maka hadits itu dinamai muhtaliful hadits.Jika tidak mungkin dikumpul dan diketahui mana yang terkemudian, maka yang terkemudian itu dinamai nasikh dan yang terdahulu dinamaimansukh.

g.        Ilmu Talfiqil hadits

Yaitu ilmu yang membahas tentang cara mengumpulkan antar hadits yang berlawanan lahirnya. Dikumpulkan itu ada kalanya dengan mentahsikhkan yang ‘amm, atau mentaqyidkan yang mutlak, atau dengan memandang banyak kali terjadi.

h.        Ilmu Tashif wat Tahrif

Yaitu ilmu yang menerangkan tentang hadits-hadits yang sudah diubah titiknya (dinamaimushohaf), dan bentuknya (dinamai muharraf).

i.          Ilmu Asbabi Wurudil Hadits

Yaitu ilmu yang membicarakan tentang sebab-sebab Nabi menuturkan sabda beliau dan waktu beliau menuturkan itu.

j.          Ilmu Mukhtalaf dan Musykil Hadits

Yaitu ilmu yang menggabungkan dan memadukan antara hadits yang zhahirnya bertentangan atau ilmu yang menerangkan ta’wil hadits yang musykil meskipun tidak bertentangan dengan hadits lain.

BAB III
PENUTUP
3.1.       Kesimpulan
Ulumul Hadits adalah istilah ilmu hadits di dalam tradisi Ulama Hadits yang bahasa Arabnya yaitu ‘Ulum al-Hadits.‘Ulum al-Hadits ini terdiri atas dua kata, yaitu ‘Ulum dan al-Hadits. Kata ‘Ulum dalam bahasa Arab adalah bentuk jamak dari ‘ilm, jadi berarti “ilmu-ilmu”; sedangkan al-Hadits di kalangan Ulama Hadits berarti “segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW.
Dalam sejarah, perkembangan hadits dibagi dalam beberapa periode, yaitu; periode pertama (zaman Nabi SAW), periode kedua (masa khulafaurrasidin), periode ketiga (masa sahabat kecil dan tabi’in besar), periode ke empat (masa pembukuan hadits), periode kelima (masa kodefikasi hadits) dan periode ke enam (dari tahun 656 H sampai sekarang).
Secara garis besarnya, ilmu hadits terbagi dua, yaitu; ilmu dirayatul hadits, yakni ilmu yangmembahas cara kelakuan persambungan hadits kepada junjungan kita nabi Muhammad SAW, dan ilmu riwayatul hadits, yakni ilmu yang memuat segala penukilan yang disandarkan kepada Nabi SAW, baik berupa perkataan, perbuatan, kehendak, taqrir ataupun berupa sifatnya.
3.2.       Saran
Kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu kami menyarankan kepada teman-teman sesama mahasiswa untuk mencari informasi lain sebagai tambahan dari apa yang telah kami uraikan di atas.


DAFTAR PUSTAKA


Muhammad Ahmad & M. Mudzakir. 2000. Ilmu Hadits (Cet – 10). Bandung: Pustaka Setia.
Shiddieqy, Teungku Muhammad Hasbi Ash. 1999.  Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits. Semarang: PT Pustaka Riski Putra
Hadis dan sinonimnya
Sandaran
Aspek dan Spesifikasi
Sifatnya
Hadis
Nabi
Perkataan (qauli)
Perbuatan (fi’li)
Ketetapan (taqrir)
Lebih khusus dan sekalipun dilakukan sekali
Sunnah
Nabi dan Sahabat
Perbuatan (fi’li)
Menjadi tradisi
Khabar
Nabi dan selainnya
Perbuatan (fi’li)
Perkataan (qauli)
Lebih umum
Atsar
Sahabat dan Tabi’in
Perkataan (qauli)
Perbuatan (fi’li)
umum

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Perbedaan al qur'an RASM UTSMANI

Perbedaan Penulisan Rasm Utsmani dan Indo-pak (kawasan Indonesia dan Asia) Perbedaan Penulisan Rasm Utsmani dan Indo-pak (kawasan Asia), Sering saya jumpai orang yang terheran-heran mengenai perbedaan ini, padahal perbedaan ini sudah terjadi sejak dahulu,, perhatikan gambar berikut ini, mohon maaf agak buram: Perbedaan terjadi pada  tanda lam-alif kecil,  dan beberapa tanda baca lainnya, Perbedaan itu juga terjadi pada tanda baca 4 harakat, dan nun Qutni (nun kecil dibawah huruf alif,, pada bacaan nun wasal. Perbedaan yang lebih mencolok lagi ada pada situs Quran-Explorer seperti pada screenshoot berikut ini,  namun saya sendiri tidak menemukan mushaf versi cetak yang terjadi demikian .. saya menduga ini adalah penulisan mushaf indonesia versi lama. Pada gambar diatas pada Indo-pak script Basmalah tidak dihitung sebagai ayat 1, namun ayat ke 6-dan 7 yang di Indo Pak script dihitung dua ayat, digabungkan menjadi satu ayat, sehingga jum...

Sejarah Berdirinya Ponpes LIRBOYO & Para MASYAYIKH LIRBOYO

Kediri mendapat julukan "kota santri", karena saking banyaknya pondok pesantren yang ada di daerah ini. Salah satu pondok pesantren yang terkenal dan terbesar adalah Pondok Pesantren Lirboyo. Berikut ini sekelumit sejarah Pondok Pesantren Lirboyo yang kini telah berusia satu abad lebih. Lirboyo adalah nama sebuah desa yang terletak di Kecamatan Mojoroto Kotamadya Kediri Jawa Timur. Di desa inilah telah berdiri hunian atau pondokan para santri yang dikenal dengan sebutan Pondok Pesantren Lirboyo.  Berdiri pada tahun 1910 M. Diprakarsai oleh Kyai Sholeh, seorang yang Alim dari desa Banjarmelati dan dirintis oleh salah satu menantunya yang bernama KH. Abdul  Karim, seorang yang Alim berasal dari Mertoyudan Magelang Jawa Tengah. Sejarah berdirinya Pondok Pesantren Lirboyo erat sekali hubungannya dengan awal mula KH.Abdul Karim menetap di Desa Lirboyo sekitar tahun 1910 M. setelah kelahiran putri pertama beliau yang bernama Hannah dari perkawinannya deng...

Pengertian Nahwu Shorof

Pengertian Nahwu Shorof NAHWU   adalah  أَلْكَلَامُ هُوَ اللَّفْظُ الْمُرَكَّبُ الْمُفِيْدُ بِالْوَضْعِ  (Adapun Kalam, adalah lafadz yang tersusun, memberikan faidah, dengan meletakannya/tempatnya ) kaidah-kaidah   Bahasa Arab untuk mengetahui bentuk kata dan keadaan-keadaannya ketika masih satu kata (Mufrod) atau ketika sudah tersusun (Murokkab). Termasuk didalamnya adalah pembahasan SHOROF. Karena Ilmu Shorof bagian dari Ilmu Nahwu, yang ditekankan kepada pembahasan bentuk kata dan keadaannya ketika mufrodnya.  Jadi secara garis besar, pembahasan Nahwu mencakup pembahasan tentang bentuk kata dan keadannya ketika belum tersusun (mufrod) , semisal bentuk Isim Fa’il mengikuti wazan فاعل, Isim Tafdhil mengikuti wazan أفعل, berikut keadaan-keadaannya semisal cara mentatsniyahkan, menjamakkan, mentashghirkan dll. Juga pembahasan keadaan kata ketika sudah tersusun (murokkab) semisal rofa’nya kalimah isim ketika menjadi fa’il, at...